PENILAIAN
masyarakat akan kualitas beras yang dijual Perum Bulog kerap keliru.
Banyak pandangan yang menggap beras yang disalurkan Bulog merupakan
berasberas berkualitas rendah dan jelek dengan harga murah untuk
kalangan masyarakat miskin (raskin). Padahal, sejatinya beras yang di
tangan Bulog berkualitas baik. Label jelek yang selama ini ada
merupakan ulah pada pedagang. ’’Beras bulog itu tak seperti beras 3-4
tahun yang lalu.
Kesannya beras Bulog itu kan jelek,
sekarang tidak begitu. Bahwa sejak 2010 lalu kami sudah mulai melakukan
perubahan cara berpikir, kalau dulu sigle kualitas sekarang multi
kualitas. Bulog mengarah ke sana,” kata Direktur Utama Perum Bulog
Sutarto Alimoeso saat berkunjung ke INDOPOS Selasa (20/12). Anggapan
inilah, kata Sutarto, secara perlahan akan diubah.
Karena multi kualitas, maka beras yang
dijual Bulog tak hanya beras dengan kualitas 20 persen, yang biasa
disalurkan pada operasi pasar untuk raskin. Namun, Bulog juga memiiki
beras dengan kualitas 5,10, dan 15 persen. Bervariasinya beras Bulog
membuat masyarakat memiliki banyak pilihan. ’’Ini yang kita minta supaya
jangan sampai ada monopoli-monopoli atau kartel-kartel di bidang
perberasan,’’ ungkapnya.
Bahkan untuk pengadaan beras raskin,
Bulog juga tak bisa sembarangan. Menurutnya, volume memang penting
tetapi kualitas juga tetap menjadi prioritas. Tanpa mengutamakan
kualitas pengadaan beras raskin kualitasnya bisa buruk. Sehingga dia
mewant-wanti anak buahnya, pihaknya bakal menerapkan sanksi tegas bagi
pegawainya yang bermain-main dalam menerima kualitas beras.
Sutarto mengaku, pusat penjualan beras
di Pasar Induk Cipinang belakangan juga mengambil beras dari Bulog. Dari
370 ribu ton beras yang diserap secara nasional, sekitar 100 ribu ton
diserap pedagang Pasar Induk Cipinang. Di Cipinang ini, terdapat rumah
beras Bulog sebagai tempat untuk memudahkan penyaluran beras Bulog ke
pasar-pasar.
Pada rumah beras Bulog disediakan dua
merek yang dikeluarkan, yakni ‘Beras Kita’ dan ‘Berindo’. ’’Ini beras
komersial Bulog,” ujarnya. Beras Bulog di gudang dihargai Rp 6.100 per
kg hingga Rp 7 ribu untuk kelas premium. Dia mengungkapkan, beras Bulog
dianggap beras berkualitas buruk oleh sebagian kalangan, itu ternyata
hanyalah ulah sebagian pedagang yang terkena imbas dari operasi pasar
yang dilakukan pemerintah.
Namun demikian, terkadang bukan hanya
pedagang saja yang menolak operasi pasar Bulog. Pemerintah daerah juga
ada yang menolak Bulog menyalurkan raskin, seperti yang terjadi di Jawa
Timur. Pemda berbeda-beda, ada yang ketika Bulog menawarkan operasi,
mereka langsung mengiyakan, tapi ada juga yang menolaknya. Menghadapai
situasi demikian, Sutarto menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
’’Kasus seperti ini menang sulit, tapi bagi kami itu challenge,”
katanya